Monday, January 10, 2011

Coffee Tasting #3 : Kopi Robusta Thailand


Beberapa minggu lalu, saya dapat oleh-oleh dari salah satu teman, Tyas , yang baru saja pulang dari Thailand. Oleh-olehnya menyenangkan juga: 1 sachet kopi khas dari negara tersebut. Packagingnya polos dan tidak ada tulisan apa-apa. Namun Tyas menjelaskan bahwa di dalam sachet tersebut sudah berisi kopi beserta kertas filternya. Tinggal dijepitkan di mug, lalu tuang air panas seperti layaknya pour over method dan voilaa, kopi bisa langsung dinikmati. Dengar-dengar, gaya ngebrew seperti ini memang populer di Thailand dan beberapa negara sekitarnya. Selain memang praktis, mudah dan ekonomis (kita tidak perlu membeli cone untuk menyanggah si filter), flavor yang didapat dari si kopi juga bisa keluar maksimal. Tyas tidak tahu lebih detail keterangan mengenai si kopi ini karena kertas di kertas pembungkusnya, nama kopi hingga instruksi penggunaan full berbahasa Thai.


Akhirnya, saya memutuskan untuk mencoba membrew kopi ini bersama-sama dengan District Coffee Master (DCM) lainnya, sekalian coffee tasting. Awalnya kami agak kebingungan mengenai takaran air, peletakan filter, maupun wadah yang akan digunakan. Berbekal patokan ideal Starbucks untuk setiap 10 gr kopi dengan 180 ml air, maka kami mencoba membrewnya dengan sekitar 250 ml air karena berat si kopi sendiri sekitar 14-15 gr.


Maklum baru belajar, pengalaman pertama pasti masih ada salah. Di brew pertama, kami tidak merobek filternya, alhasil air yang dituang hanya membasahi sebagian besar sisi luar filter dan menyentuh sedikit kopinya. Dan air yang kami tuang agak kebanyakan, mengakibatkan hasil brew menjadi watery, malah penampilannya lebih mirip teh daripada kopi. namun flavornya masih bisa kami rasakan. Saat pertama kali dihirup, ow..ow...sangat terasa sekali bahwa kopi ini adalah kopi robusta. Dengan jagung manis yang dibakar sangat khas ala kopi-kopi robusta, dan aroma jamu yang cukup kencang di hidung.

Setelah menyadari bahwa bagian atas filter bisa disobek, akhirnya kami membrew ulang kopi ini. Dengan takaran air yang juga dikurangi agak kopi terasa lebih pekat. barulah setelah brew kedua selesai, kami akhirnya bisa benar-benar merasakan aroma, acidity, body, dan flavor kopi ini. Dari aroma, kami langsung bisa menebak bahwa ini adalah kopi robusta, karena ada bau-bau seperti jagung manis yang dibakar. Kebanyakan kopi robusta memang digabung dengan jagung, agar flavor yang dihasilkan bisa lebih sweet. Aciditynya terbilang soft, dengan body yang medium to full bodied.

Bagi kami yang lebih terbiasa mencicipi arabica, kopi robusta dirasa memiliki aroma dan flavor yang terlalu menyengat. Banyak orang yang menyebutkan kopi robusta adalah 'kopi favorit para orang tua', karena yang menjadi favorit dari kopi ini adalah aromanya yang strong, dengan kafein 2 lipat lebih banyak dibanding arabika. Tapi, rasanya kurang tepat juga jika kita membandingkan mana yang lebih baik antara arabika dan robusta. Karena memilih kopi antara arabika ataupun robusta, itu semua balik lagi ke soal selera.

1 comment: